Menanggapi rencana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Morowali mengalihkan 718 mahasiswa yang tidak mendapatkan bantuan beasiswa dari Pemerintah Morowali ke program Beasiswa Berani Cerdas yang digagas oleh Gubernur Sulteng. Kepala Departemen Advokasi dan Rikastra IP2MM Kota Palu, Ikhtiar menilai bahwa pengalihan tersebut bukanlah solusi yang tepat.
“Banyak data mahasiswa yang tidak tercover secara keseluruhan. Kita bicara soal pemerataan dan keadilan. Seharusnya beasiswa hadir untuk seluruh mahasiswa secara merata, terlebih pencairan tahap I dan II telah dilakukan dengan nominal Rp12 juta,” tegas Ikhtiar.
Ia juga menyinggung dasar hukum, yakni Pasal 31 UUD 1945 dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mewajibkan pemerintah daerah mengalokasikan minimal 20 persen APBD untuk pendidikan. Namun, menurut data yang ia sampaikan, dari total 20 persen anggaran pendidikan di Morowali, hanya 3,15 persen yang terealisasi, sehingga memunculkan pertanyaan besar: ke mana sisa anggaran tersebut dialokasikan?
Ikhtiar menilai integritas Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan perlu dipertanyakan dalam proses perencanaan dan penentuan penerima beasiswa. “Apa tolak ukur pemerintah daerah dalam menetapkan siapa yang lulus dan tidak lulus? Ini menimbulkan ketidakadilan dan ketimpangan dalam distribusi beasiswa Morowali,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ikhtiar menegaskan bahwa program beasiswa Morowali merupakan janji politik Bupati Morowali, Iksan, yang tertuang dalam program unggulan IKSAN-IRIENE. Ia menilai pemerintah kabupaten seharusnya mengakomodasi seluruh mahasiswa Morowali tanpa pandang bulu.
“Persoalan beasiswa ini adalah bagian dari janji politik yang pernah disampaikan saat masa kampanye. Bupati Iksan bahkan menegaskan di akun media sosialnya bahwa seluruh mahasiswa Morowali, tanpa melihat latar belakang, harus mendapatkan beasiswa secara merata,” jelasnya.
Namun, pernyataan tersebut kini justru menimbulkan kekecewaan dan pertanyaan dari kalangan mahasiswa.
Ikhtiar menutup dengan desakan agar Bupati Morowali segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Penyerahan 718 nama mahasiswa ke provinsi adalah bentuk ketidakbertanggungjawaban Bupati Morowali terhadap janji politik yang telah ia sampaikan,” tegasnya.





