Jalan raya Trans Sulawesi di kecamatan Bahodopi yang menghubungkan antara Sulawesi tengah dan Sulawesi tenggara sebenarnya merupakan jalan yang seharusnya di lalui oleh masyarakat umum kini sesak oleh buruh perusahaan PT Indonesia morowali industrial park (PT IMIP) yang berangkat atau pulang kerja.
Banyak masyarakat sekitar yang mengeluhkan hal tersebut dikarenakan melambatnya aktivitas mereka yang seharusnya bisa di lakukan dengan cepat. Contohnya para pelajar baik dari tingkat SD, SMP, dan SMA yang harus terlambat ke sekolah walaupun telah berangkat pagi sekali. Kemacetan juga di perparah dengan sempitnya jalan raya yang sudah tidak mampu menampung jumlah pengendara.
Hal ini sebenarnya sudah berlangsung cukup lama namun belum ada respon yang signifikan oleh pemerintah daerah (Pemda) dan PT IMIP. Padahal keberadaan PT IMIP lah yang menjadi alasan kemacetan tersebut terjadi. Pihak perusahaan seakan tidak memiliki regulasi yang baik dalam menata buruhnya, ia juga tidak berusaha untuk mengatasi kemacetan yang terjadi tiap hari tersebut.
Banyak masyarakat yang menginginkan agar pemda dan PT IMIP untuk segera membangun jalan alternatif atau setidaknya memberikan buruh fasilitas kendaraan umum yang bisa mengangkut banyak penumpang dalam sekali muat, seperti bus.
Penyebab terjadinya macet adalah aktivitas perusahaan yang menggunakan akses jalan umum untuk mobilisasi mobil dump truk hingga mobil trailer yang akan menuju ke Jetty Pelabuhan PT IMIP. Bukan hanya macet, tetapi juga rawan terjadi kecelakaan karena kondisi jalan yang licin.
Jika kita melihat UUD No. 38 Tahun 2004 pasal 1 ayat (5) menyebutkan bahwa “jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum”. Hal itu menunjukkan bahwa jalan tersebut tidak di peruntukkan bagi suatu instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan tersendiri. Maka dari itu, mereka seharusnya membuat jalan mereka sendiri, seperti yang disebutkan dalam UUD No. 38 Tahun 2004 pasal 1 ayat (6).
Namun kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan pihak perusahaan di karenakan adanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.20/PRT/M/2011 tentang pedoman pemanfaatan dan penggunaan bagian-bagian jalan.
Di situ tertulis bahwa perusahaan bisa memakai jalan umum dengan syaratnya mendapat dispenasi/izin dari pemerintah setempat, yang di mana dalam hal ini Bupati. Pemberian izin bisa di lakukan apabila perusahaan memenuhi syarat administrasi dengan tetap mempertimbangkan fungsi jalan dan faktor keselamatan pengguna jalan. Tetapi yang di temukan di lapangan sebaliknya, kemacetan dan kondisi jalan sudah seharusnya meruntuhkan izin tersebut.
Apakah Pemda akan memaksa pihak perusahaan untuk menyelesaikan persoalan tersebut? Ataukah memilih untuk tetap diam?
Penulis: Madry





