Aliansi Gerakan Rakyat Bahomotefe Bersatu (GEBRAK) memimpin aksi unjuk rasa masyarakat Desa Bahomotefe yang berlangsung pada Senin, 11 Oktober 2025, di area operasi pertambangan PT Vale Indonesia Tbk, Blok Bahodopi, Desa Bahomotefe, Kecamatan Bungku Timur, Kabupaten Morowali.
Situasi di kawasan pertambangan PT Vale Indonesia Tbk mendadak tegang ketika ratusan massa GEBRAK melakukan pendudukan langsung di jantung area operasi tambang, sehingga seluruh aktivitas industri nikel terhenti total.
Aksi ini merupakan bentuk kekecewaan dan perlawanan masyarakat Desa Bahomotefe terhadap dampak negatif aktivitas pertambangan serta ketimpangan sosial-ekonomi yang mereka rasakan, di tengah janji pemberdayaan masyarakat yang belum terealisasi.
“Di tengah beroperasinya PT Vale, masyarakat justru merasakan dampak negatif yang jauh lebih besar dari manfaat yang dijanjikan. Dari sektor ekonomi, sosial, pendidikan, pertanian, hingga nelayan, semuanya belum dirasakan manfaatnya. Yang ada, masyarakat justru harus menanggung debu masif di sepanjang jalan dan tumpukan sampah yang tidak kunjung dibersihkan,” ujar Korlap 1 GEBRAK, Fatur.
Menurutny, ketidakpuasan masyarakat mencapai puncaknya karena pihak perusahaan dan pemerintah hingga kini belum mampu mengambil langkah konkret, untuk menyelesaikan berbagai persoalan di lapangan.
“Gerakan kami adalah bentuk kemarahan masyarakat Bahomotefe terhadap PT Vale yang sudah puluhan tahun beroperasi di sini, sejak tahun 1968. Janji-janji pemberdayaan yang diucapkan hanya menjadi racun manis dalam bentuk kata-kata,” ungkap Korlap 2 GEBRAK, Fikar.
Latar Belakang Konflik
Sejak awal masuknya PT Vale, yang kala itu masih bernama PT INCO, masyarakat Bahomotefe menjual tanah mereka dengan harga Rp 3.500 per meter. Namun, setelah puluhan tahun operasi dan ribuan ton nikel dijual ke luar daerah, masyarakat tidak merasakan manfaat ekonomi apa pun dari hasil bumi mereka sendiri.
Padahal, Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menegaskan: “Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Dengan demikian, PT Vale Indonesia Tbk sejatinya hanya mengelola sumber daya alam atas izin negara, bukan memilikinya. Karenanya, keuntungan dari eksploitasi tambang seharusnya turut dinikmati masyarakat setempat.
Dominasi Pekerja dan Kontraktor dari Luar
Salah satu sumber keresahan masyarakat adalah minimnya keterlibatan tenaga kerja dan kontraktor lokal. PT Vale lebih memprioritaskan kontraktor besar dari luar daerah, seperti PT PP (Persero), PT Petrosea, dan PT Interport, sehingga peluang masyarakat lokal untuk bermitra sangat terbatas.
Dalam hal rekrutmen tenaga kerja pun, masyarakat Bahomotefe merasa terpinggirkan. Dari ratusan pekerja di kawasan tambang, tenaga kerja lokal hanya segelintir orang.
Kondisi ini memicu ketimpangan sosial di wilayah Ring 1, yakni daerah yang terdampak langsung dari aktivitas tambang PT Vale di antara 13 desa binaan perusahaan.
12 Tuntutan Utama GEBRAK
Melalui aksi unjuk rasa ini, GEBRAK menyampaikan 12 tuntutan konkret kepada manajemen PT Vale Indonesia Tbk:
1. Mendesak adanya pembagian fee hasil produksi untuk masyarakat Bahomotefe.
2. Menuntut PT Vale mendirikan pabrik sesuai janji lama perusahaan.
3. Membuat kebijakan rekrutmen khusus bagi tenaga kerja lokal Bahomotefe.
4. Melakukan mitigasi debu dan penanganan sampah akibat aktivitas tambang.
5. Bertanggung jawab terhadap pemberdayaan petani dan nelayan setempat.
6. Menyediakan program beasiswa dan sekretariat bagi desa binaan.
7. Menolak pengangkutan ore dari Blok 1 Seba ke pabrik Sorowako, Sulawesi Selatan.
8. Memberdayakan kontraktor lokal Bahomotefe, baik di lingkungan PT Vale maupun mitranya.
9. Melakukan sosialisasi rencana penambahan jetty di area tambang.
10. Mewajibkan kontraktor nasional melaporkan data tenaga kerja (lokal dan nonlokal) kepada asosiasi setempat.
11. Mendesak PT Vale agar menekan PT Petrosea untuk membagi pekerjaan secara adil pada sektor mining, hauling, dan lainnya.
12. Memberdayakan perusahaan bongkar muat milik masyarakat Bahomotefe.
Aksi ini akan terus berlanjut hingga pihak PT Vale dan kontraktor utama menghadirkan pimpinan pengambil kebijakan untuk berdialog langsung dengan masyarakat.
“Kami tidak akan pulang dan tidak akan bernegosiasi sebelum pimpinan PT Vale, PT Petrosea, dan PT PP (Persero) hadir langsung di lokasi untuk menjawab tuntutan kami secara resmi,” tegas Korlap 3 GEBRAK, Ferdi.





